Kearah langit, mataku menatap nanar cahaya bergelimang bintang-bintang
Tempat bertahtanya cinta dan luka berpeluk peluh nirwana
Meredam badai halilintar yang berkecamuk menghancurkan raga
Tirai-tirai kegelapan itu perlahan muncul dari arah kegelapan
Langkah kaki terhenti diatas pijakan pecahan-pecahan kaca durjana
Darah berseliwaran dimana-mana, bak mata air tanpa muara
Air mata mengalir deras dari ujung kuku sampai ke telapak
Tak terbendung, ia membuncah menyelimuti semesta
Perempuan-perempuan berbaris rapi diujung derita
Perlahan merangkak membunuh nestapa dunia
Butir-butir keringat basah diujung uraian rambutnya
Mencoba menakar pahala yang keluar bersama darah dan air mata
Lihatlah mereka !
Perempuan-perempuan dengan kain kafan melilit tubuhnya
Meronta-ronta tanpa daya dan tenaga
Hanya air mata yang mengikis perlahan rona gincu dan alis tebalnya
Mulutnya terbungkam oleh dunia yang dengan pongah menghardik-hardik kepolosannya
Perempuan-perempuan ber make up pekatnya lumpur nista
Bersolek, berlenggak-lenggok
Menari diatas tumpuan pecahan-pecahan derita
Dengan hinaan, cacian, makian, hardik, bentak, jambak, tendang, pukul
Dan tusukan badik berkarat yang haus darah-darah perawan
Lihatlah mereka
Menangis diujung derita tanpa siapa-siapa
Ditampar kenyataan bahwa yang hina ialah mereka
Dipasung oleh kegelapan tanpa cahaya rembulan menyinarinya
“Surga ditelapak kakinya hanyalah dongeng bualan semata” !
Perempuan-perempuan itu
Adalah malaikat yang nyata adanya
Penawar luka disetiap duka yang kalian rasa
Penyair cinta yang setiap saat kalian dengar kidungnya
Obat penenang bagi mereka yang tak mampu tenang
Pelukan hangat bagi anak-anak yang kedinginan dikala petang
Rumah pulang bagi mereka yang kehilangan arah dalam perjalanan
Perempuan-perempuan itu
Terlepas dari belenggu
Cahaya terpancar dari senyum bibirnya
Butir-butir keringatnya adalah sumber mata air kasih tanpa batas
Dunia akan pincang tanpa
Perempuan-perempuan itu !
Mamampang, 17 Oktober 2024